Suara Rakyat, bagaimana Menyikapinya..

................................................................
Ini lanjutan dari bab apakah Demokrasi Bertentangan Dengan Prinsip-Prinsip Islam yang dimuat sebelumnya
Saya merasa harus memberikan apa yang saya tahu, walau kesimpulan akhir diserahkan ke antum semua, semoga memperkaya khazanah pemikiran kita.

Saya Hamzah AlMubarok, mencoba memberikan judul pada SUB Bab ini
“PRINSIP DEMOKRASI MENEMPATKAN SUARA RAKYAT SEBAGAI SUMBER HUKUM, APAKAH BERTENTANGAN DENGAN NILAI-NILAI ISLAM”

Inilah pembahasannya (selamat membaca dan mengkajinya ^_^)


Ditinjau dari sisi Filosofinya memang benar bahwa Prinsip Demokrasi adalah suara rakyat
Rakyatlah-bukan Raja- yang berhak menentukan apa-apa yang terbaik buat rakyat, termasuk siapa yang berhak memimpin mereka.

Ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah lahirnya demokrasi itu sendiri, yaitu sebagai perlawanan terhadap kekuasaan absolute raja-raja, khususnya di Perancis pada abad Pertengahan, yang melahirkan Revolusi Perancis.

Akan tetapi jika kita lihat dari sisi praktisnya, ternyata demokrasi itu, dipraktikan juga oleh bangsa-bangsa lain dari seluruh dunia dalam bingkai ideology masing-masing.

Ada demokrasi liberal di Amerika
Demokrasi dalam kekuasaan kerajaan di Inggris
Atau demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila di Indonesia
Dan bukan mustahil ada demokrasi-demokrasi yang lain lagi.

Bagi kita seorang Muslim, yang penting bukan nama dari sebuah demokrasi, tetapi pada substansi dari demokrasi itu.

Bisa di ibaratkan demokrasi adalah wadah yang kosong, mau kita isi apa saja, itu terserah kita.

Nah dalam wadah yang kosong itu, system kehidupan berbangsa dan bernegara yang islami bisa kita bangun. Kita bisa tegakan syariat Islam (iqamatud-diin) secara utuh dan menyeluruh (kamil mutakamil) disitu.

Nah di dalam system yang secara substansial menegakan syariat Islam itulah segala perintah Allah bisa kita laksanakan.

JADI TIDAK ADA ALASAN UNTUK MENGATAKAN BAHWA DEMOKRASI BERTENTANGAN DENGAN ISLAM.
Apalagi dalam banyak hal kita temukan perintah-perintah Allah dan RasulNya yang memang yang sesuai dengan spirit atau semangat demokrasi.
Seperti perintah untuk Musyawarah, perintah untuk menghargai pendapat orang lain dsb

JADI PERSOALAN KITA SEBENARNYA BUKANLAH PADA PENERAPAN DEMOKRASI ITU, MELAINKAN KEMANA KITA MEMBAWA BANGSA INI DENGAN DEMOKRASI.

Bagi Umat Islam yang mayoritas, masalah ini bisa dikatakan sudah selesai….
Bukankah kita mayoritas?
Persoalannya , secara kuantitatif kita mayoritas, tapi secara kualitatif kita minoritas.

Umat Islam di Indonesia Mayoritas secara Angka tetapi minoritas peran politik.

Pertanyaan lagi, jika dengan demokrasi yang mayoritas ini kita tertinggal jauh dari sisi peran politik, apakah dengan meninggalkan demokrasi , kita bisa mengambil peran dominan?????

Sangat mungkin tanpa demokrasi Umat Islam semakin terpuruk.

Untuk itu mengubah mayoritas angka yang minoritas peran politik, ke arah mayoritas angka yang mayoritas Peran Politik, menjadi pekerjaan rumah (PR) kita yang sesungguhnya.
Hal itu hanya bisa dilakukan dengan demokrasi, pemilu dan partai politik.

Dalam Konteks ini hukum penerapan demokrasi, pembentukan dan pengelolaan partai politik serta penyelenggaraan dan kesertaan dalam pemilu bukan saja boleh, tetapi bisa dikatakan wajib, sesuai dengan tuntutan keadaan.

Kaidah Ushul Fiqih mengatakan
“Hukum itu beredar bersama ada dan tidak adanya sebab (‘ilat hukum)-nya”

Secara Umum sebab atau ‘ilat hukum itu, berdasarkan ijma’ (konsesus) ulama ahli ushul fiqih, adalah maslahatul-mursalah atau kebaikan yang dibawa oleh sebab tersebut.

Jadi , jika sesuatu itu adanya membawa kebaikan dan ketiadaanya membawa keburukan, maka hukumnya wajib.

Sebaliknya, jika adanya sesuatu itu membawa keburukan dan ketiadaanya membawa kebaikan, maka hukumnya menjadi haram.

Jika adanya membawa kebaikan, dan ketiadaanya tidak membawa keburukan, maka hukumnya sunah.

Adapun jika adanya membawa kebaikan dan keburukan sekaligus, maka harus ditimbang lagi mana yang lebih dominan.

Jika yang dominan adalah kebaikan, maka hukumnya wajib atau sunnah.
Akan tetapi jika yang dominan adalah keburukan, maka hukumnya bisa jadi makhruh atau bahkan haram.

Tergantung pada kadar kebaikan dan kadar keburukannya.

Nah perhitungan kadar kebaikan dan atau keburukan segala sesuatu dalam menetapkan hukum itulah yang disebut FIQH MUWAZANAT.

Kenyataannya, penerapan demokrasi di Negara-negara islam, termasuk Indonesia, selama ini jelas sekali membawa kebaikan.

Jika tidak ada demokrasi bisa dipastikan akan terjadi keburukan, DIKTATORISME, PEMBERONTAKAN, KEKACAUAN, dsb

Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa demokrasi itu, dalam konteks keindonesiaan saat ini, hukumnya wajib atau minimal sunnah.

ADAPUN TERKAIT BANYAKNYA AKSES NEGATIF YANG TERJADI, SEPERTI PERMUSUHAN ANTAR KELOMPOK UMAT, PEMBOROSAN BIAYA, KECURANGAN dsb, adalah akses yang harus di minimalisasi.

Dalam hal ini berlaku kaidah ushul-fiqh
“Sesuatu (tujuanya positip) yang tidak bisa dicapai seluruhnya, tidak mesti ditinggalkan seluruhnya”

Bahkan jika harus mengorbankan kepentingan tertentu yang bersifat khusus atau jangka pendek sekalipun tidak masalah ditempuh, demi meraih kebaikan yang bersifat umum dan jangka panjang.

Kaidah Ushul-fiqh lain mengatakan
“Bahaya atau keburukan yang bersifat khusus itu boleh saja ditempuh demi menghindari/menolak bahaya atau keburukan yang bersifat umum”

Sahabat, saya Hamzah Al Mubarok, mencoba mensimpulkan semua..

Bahwa Demokrasi ibarat keran yang tiba-tiba terbuka, dan segalanya yang semula tetelikung bebas bergerak mengekspresikan diri. Termasuk DA’WAH

Sahabat, izinkan saya Hamzah Al Mubarok, sekali lagi sekedar mengingatkan antum semua, wahai Mujahid Da’wah…

Bahwa Demokrasi bukanlah sebuah system. Atau Manhaz Kufur yang kita terjebak di lubang gelap jika mengikutinya….

Bukan…!! Demi Alloh Bukan !!
Bagi Da’wah, demokrasi hanyalah sebuah medan pertempuran yang kebetulan dipetakan oleh Barat, dan kini di pilih oleh Musuh da’wah.

Dan kita Mujahid Da’wah dengan jiwa ksatria berkata
“Pilihlah dimanapun tempat kita akan berlaga….
Dan dengan izin Alloh SWT, kami pasti akan memenangkannya…”

Takbir!!
Allohu Akbar !!

)I(hamzah)I(

Ditulis diwaktu dhuha yang penuh barokah…

0 comments:

Post a Comment

 
 
 

KUNJUNGAN

free counters
Powered By Blogger

detiknews - detiknews

JARINGAN

 
Copyright © KAMUS BABEL