Aku Menangis Untuk Dosenku

9 Apr 2010

Oleh Dinda Hidayanti

Namanya adalah evgeni nikolevic(E.N),seorang dosen bahasa rusia berusia 60 an tahun E.N mengajar penuh dengan keprofesionalan.di tunjang pula dengan kenyangnya beliau dengan pengalaman mengajar sebagai dosen bahasa rusia untuk orang asing.

Seperti yang kita tau, tidak banyak mahasiswa asing yang benar-benar mau dan serius belajar bahasa rusia apa lagi di tambah dengan kesibukan kami para mahasiswa dikampus masing-masing, bagi kami bahasa rusia adalah mata pelajaran yang dianggap tidak penting padahal justru mata kuliah tambahan yang bakal menyelamatkan kita ke depan nanti, karena dikelas bahasa inilah kita belajar untuk berbicara, membaca, dan mengulang gramatika yang sebetulnya sudah kita selesaikan di kelas persiapan bahasa pada taun pertama.


Kelas bahasa ini biasanya diberikan sebagai salah satu program khusus untuk mahasiswa asing yang memang hingga kini meskipun sudah di tingkat 3 ini atau sampai tingkat akhir masih saja akrab dengan kesalahan demi kesalahan. Begitulah..

Kelas bahasaku kebetulan diajar oleh beliau, salah seorang dosen senior yang sangat sederhana dari gaya bicara, hidup dan mengajarnya yang sudah kuanggap bukan hanya sekedar seorang dosen tetapi lebih dari perasaan seorang cucu kepada kakeknya.

Sampai detik ini dijaman yang sangat modern yang mungkin diIndonesia saja seorang penjual jamu gendong pun sudah memiliki HP, tetapi beliau masih terkesan kolot karena tak menggunakan alat itu sekalipun. Sama hal nya dengan internet, beliau punya alamat email tetapi tidak terlalu beliau pusing kan bagi beliau kantor pos itu masih berdiri dan masih harus di pergunakan, jika bukan kita? Kantor pos akan tenggelam seperti dinegara2 maju lain-katanya suatu hari.

Saat awal pertama kali aku masuk di dalam kelas E.N selalu memberikan semangat yang luar biasa, selalu ceria tersenyum dan membuat suasana kelas menjadi hangat, tak lupa jika aku dating tepat waktu disaat kawan-kawan lain dari China dan Angola belum datang beliau akan bertanya tentang kehidupanku di asrama dan pelajaranku di kampus.(hal ini membuatku tersadar.. tidak seperti bayangan orang rusia tidak selalu kaku dan tidak berbasa basi... mereka juga manusia sama seperti kita)

Sayangnya hal ini jarang sekali terjadi bukan karena beliau tidak punya waktu untuk kami secara individu untuk bertanya tetapi hal ini di karenakan kita lah yang sangat jarang masuk kelas bahasa. Seperti yang sudah aku jelaskan di atas,karena kami terlalu meremehkan kelas bahasa ini.

Sejujurnya aku memang belum dewasa, aku masih terlalu egois untuk bisa berdisiplin dan menepati jadwal hanya karena merasa terlalu letih dan kurang istirahat dan masih ingin merasakan empuknya bantal dan kasurku yang keras namun nyaman itu. Aku tak pernah memikir kan E.N dengan segala aktivitas nya yang ternyata tidak kalah sibuk seperti hal nya kami.

Pernah suatu kali hampir semua mahasiswa asing dikelasku yang berjumlah 6 orang itu serempak tidak masuk kelas, kecuali aku seorang. Padahal mereka tidak janjian, tapi pagi hari bagi kita adalah sebuah momok bagi mahasiswa yang kuliah disiang hingga pukul 8 malam, jika tidak ada jadwal sholat subuh mungkin aku akan seperti mereka yang jarang-jarang memperoleh berkah untuk memandang matahari terbit.masyaallah..

Kelas tetap berjalan seperti biasa jam tidak berkurang meskipun hanya aku seorang diri di dalam kelas bersama dengan E.N. itu yang membuatku terkagum kagum dengan kedisiplinan dan ke profesionalan orang-orang rusia. Mereka jarang mempertimbangkan kwantitas, karena bagi mereka kualitas adalah yang utama.

Sesekali wajah tua nya melukiskan letih, untuk seorang kakek berkepala 6 sudah seharusnya beliau beristirahat dan menikmati masa tuanya di rumah dan bermain-main dengan cucunya yang hanya 1 itu. Tapi beliau masih tetap berjuang dengan semangatnya serta mengatakan.. "bagiku membagi ilmu itu penting,meskipun untuk gaji tidak sebanding dengan lelahnya mengajar di 3 fakultas sekaligus semenjak pukul 8 pagi hingga pukul 5 sore"

Kata-kata beliau menamparku, aku yang masih muda yang tenaganya masih lebih kuat dari beliau terkadang tidak kuat menahan hawa nafsu untuk terus memejamkan mata dan membiar kan beliau kecewa karena kami yang diajar masih setengah hati menerima pelajaran. Inilah yang membuatku selalu merasa mendzolimi beliau dengan kelakuanku.

Hingga suatu hari, air mataku tak dapat lagi aku bendung dihadapannya, kesederhanaan beliau bukan karena sikap yang aku anggap kolot itu terhadap perkembangan jaman, tetapi bukan karena keinginannya semata, memang karena tuntutan ekonomi. Aku mendapati beliau berdiri diantara barisan orang orang lansia di jalan balsaya sadobaya dicenter kota sambil menjajakan beberapa tangkai bunga.(biasa nya hal ini di lakukan oleh lansia dengan ekonomi bawah)

Aku tak percaya tapi beliau tidak malu,beliau malah tersenyum kepadaku dan melambaikan tangan kepadaku, aku menangis karena ternyata dibalik sikap angkuhku yang selalu mengikuti hawa nafsu untuk memejamkan mataku dari pada menghadiri kelas bahasa sebagai kewajiban dan penghargaan untuk kedisiplinan beliau membuatku terpukul betapa besar dosa ku melalai kan kewajibanku dan mendzolimi orang lain. Astagfirullah...

Hal ini sangat mengajarkan aku bagaimana harus menghargai orang lain dan berdisiplin dengan apa yang telah ditetapkan untuk kita.

aku juga belajar Melihat selalu kearah bawah bahwa bukan hanya kita yang merasakan lelah dan letih dengan segala kesibukan kita, orang lain pun ada yang lebih sibuk dan letih daripada kita

serta jangan pernah kita menilai orang hanya dari luar saja karena kita tidak pernah tau siapa dan bagaimana orang tersebut dengan keahliannya.

Rostov,Russia 4-4-2010

Read More......

Manajemen Stres Membangun Karakter Tangguh

7 Apr 2010

Life Skill

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo

dakwatuna.com – Pemilu, pilpres dan pilkada dapat membawa berkah maupun sebaliknya dapat menyebabkan pilu, baik bagi rakyat maupun kontestan kandidat legislatif, calon kepala daerah maupun calon presiden dan pasangannya. Stres adalah gejala umum yang menghantui para calon legislatif (caleg) dan mantan calon kepala daerah dan calon wapres maupun cawapres yang gagal terpilih. Stres pada tingkatan tertentu dapat mengakibatkan kegilaan dan ketidakwarasan. Hal inilah yang mendorong sejumlah rumah sakit jiwa di pusat dan daerah mempersiapkan ruangan baru untuk menampung korban ambisi jabatan dan pertaruhan politik dengan ketidaksiapan mental menghadapi kekalahan sebagaimana diprediksi banyak pengamat.


Mungkin reaksi ataupun antisipasi beberapa rumah sakit jiwa dan para pengamat tersebut terlihat pesimistis, skeptis dan terkesan sinis, namun melihat beberapa pengalaman korban mental kekalahan di beberapa pilkada, bahkan terenggutnya nyawa karena serangan jantung dan bunuh diri akibat kalah pemilu patut mendapatkan perhatian serius dari para kandidat untuk dapat mempersiapkan mental yang kuat dalam menghadapi risiko kekalahan dan gagal terpilih dengan manajemen stres yang baik. Tekanan dan kelapangan jiwa adalah tidak lepas dari manajemen diri dengan kehendak ilahi.

Allah Swt. berfirman: “Bukankah Kami (Allah) telah melapangkan untukmu dadamu? dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya kesulitan itu disertai kemudahan, Sesungguhnya kesulitan itu disertai kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabbmu lah hendaknya kamu berharap”. (QS. Al-Insyirah:1-8).

Sebagai hamba Allah yang secara fitrah memiliki kelebihan dan kekurangan, manusia membutuhkan sejumlah hal baru, kegembiraan dan rangsangan tertentu dalam hidup. Seseorang dapat mengalami berbagai ketidakpastian, kecemasan dan tekanan yang memotivasinya untuk melakukan sesuatu, menjadi berhasil dalam mencapai sejumlah keinginan dan cita-cita. Kemampuan seseorang untuk memusatkan perhatian dan memotivasi diri dapat membantu meningkatkan pencapaian tertentu dan pengembangan diri. Gejala ini disebut eustress yang berarti stres baik yang berdampak positif (awalan eus dalam bahasa Yunani berarti baik) di mana kita mampu mengatasi tuntutan, tantangan dan kondisi tekanan yang kita hadapi sebagaimana dimaksud ayat di atas bahwa kesulitan itu disertai kemudahan.

Namun bila tuntutan-tuntutan tersebut sampai kepada titik di mana seseorang merasakan kegagalan atau kehilangan kemampuan untuk mengatasinya, maka situasi tersebut kemudian dikenal sebagai dystress yang berarti stres buruk yang berdampak negatif (awalan dy berarti buruk). Dalam kondisi demikian seseorang cenderung merasa kewalahan dan kehidupan terasa di luar kendali karena kecemasan berlebihan, rasa takut, kepanikan, kebingungan dan kecenderungan putus asa menghantui dirinya yang justru berakibat kebuntuan, ketumpulan, kemandulan dan kontra produktif. Bukankah Allah mengarahkan hambanya dalam hal ini dengan firman-Nya “dan hanya kepada Rabbmu lah hendaknya kamu berharap” Dialah Yang Maha Kuasa atas segalanya, selalu mengajarkan optimisme kepada manusia untuk tegar, bangkit bergairah penuh harapan akan pertolongan-Nya dan melarang stres yang mengantarkan kepada keputusasaan. (QS. Yusuf: 87, Al-Isra’: 83)

Stres menurut Vincent Cornelli, seorang psikolog ternama merupakan suatu gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan dan dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu dalam lingkungan tersebut. Dan secara spesifik stres merupakan gejala psikologis yang menurut Richard Lazarus, psikolog yang banyak melakukan penelitian tentang stres sebagai sebuah hubungan khusus antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap melampaui kemampuan dan membahayakan kebahagiaan dan kepuasannya. Atau singkatnya merupakan gejala yang timbul akibat kesenjangan (gap) antara realita dan idealita, antara keinginan dan kenyataan, antara tantangan dan kemampuan, antara peluang dan potensi.

Hakikatnya stres merupakan gejala harian yang wajar dan setiap orang pasti mengalaminya dan bukan sesuatu yang harus disembunyikan, tetapi ia tak ubahnya seperti tantangan lainnya yang harus dihadapi dalam hidup. Oleh karena itu stres bukan untuk ditakuti melainkan justru kita harus berani mengatasinya dengan pengelolaan dan pengendalian stres dengan sikap dan mental positif yaitu dihadapi dengan kepala tegak (saya tidak takut menghadapinya), percaya diri (saya bisa mengatasinya); optimisme solusi (apa yang harus saya lakukan terhadapnya); pengendalian (saya akan mengendalikannya), penerimaan (stres memang bagian hidup yang alamiah), perencanaan (bagaimana saya akan mengatasinya), dan dengan bantuan pihak lain jika memang diperlukan.

Menurut sebuah penelitian dari data faktual menunjukkan hampir mayoritas orang tidak tahu bagaimana menangani stres padahal bila dikelola dengan baik dapat menjadi motivator dan energi hidup, namun stres yang berlebihan juga berpotensi melemahkan yang mana pada tahap tertentu dapat menurunkan efektivitas kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap penyakit ringan seperti flu dan infeksi di samping dapat menjadi penyebab tekanan darah tinggi, sakit kepala, diare, gangguan pada pencernaan dan pembuangan serta kelainan dan penyakit lainnya yang sering disebut sebagai gejala Phsycomatis. Kita sendiri sepenuhnya bertanggung jawab terhadap bagaimana stres mempengaruhi diri sebagaimana dimaklumi bahwa jika aspek-aspek kehidupan tidak ditangani dengan manajemen yang baik, maka akan mudah mengalami gejala-gejala stres.

Dalam manajemen stres gejala-gejala stres sangat penting pada tahap pertama untuk dapat disadari dan dilakukan identifikasi sedini mungkin sebelum terlambat yaitu dapat kita lakukan dalam daftar periksa dengan memakai peringkat mulai dari tidak pernah sama sekali; kadang-kadang; cukup sering; sangat sering; terus menerus secara konstan. Pemeriksaan tersebut menurut para psikolog biasanya mencakup aspek:

1. Perilaku/tindakan (menurunnya kegairahan/bete, pemakaian obat penenang, atau minuman penambah vitalitas yang berlebihan, meningkatnya konsumsi kopi, kekerasan atau tindakan agresif pada keluarga atau lainnya, gangguan pada kebiasaan makan, gangguan tidur (insomnia), problem seksual, kecenderungan menyendiri, membolos, tidak waspada)

2. Proses Sikap/Pikiran (pemikiran irasional dan kesimpulan bodoh, lamban dalam pengambilan keputusan ataupun kesimpulan, kecenderungan lupa dan penurunan daya ingat (amnesia), kesulitan berkonsentrasi, kehilangan perspektif, berfikir vatalis, negatif, apatis, cuek dan serba skeptis, menyalahkan diri, pikiran selalu was-was dan perasaan kacau, bingung, dan putus asa.)

3. Emosi/perasaan (cepat marah dan murung, cemas/takut/panik, emosional dan sentimentil berlebihan, tertawa gelisah, merasa tak berdaya, selalu mengkritik diri sendiri dan orang lain secara berlebihan, pasif, depresi/sedih berkepanjangan atau sangat mendalam dan merasa diabaikan)

4. Fisik/fisiologis (sakit kepala dan sakit lainnya pada kepala, leher, dada, punggung dan lain-lain, jantung berdebar, diare/konstipasi/gangguan buang air besar, gatal-gatal, nyeri pada rahang dan gigi gemertak, kerongkongan kering, pusing kepala, sering buang air kecil dan perubahan pola makan, badan berkeringat tidak wajar)

Setelah itu sangat penting itu ditelusuri dan dideteksi faktor-faktor penyebab stres untuk dapat mengendalikan stres dan mempertahankannya hanya pada tingkat yang dapat merangsang dan memotivasi, bukan merugikan. Faktor-faktor penyebab stres dapat kita temukan pada sumber-sumber stres yang meliputi pekerjaan, anak-anak, keluarga, kesehatan, keuangan, kesenangan dan kemasyarakatan. Lebih kongkretnya, bidang-bidang kehidupan yang menjadi sumber utama penyebab stres potensial dapat kita deteksi sebagai berikut:

1. Kerja/belajar/tugas-tugas rumah tangga (cenderung tidak punya waktu, terlalu banyak ataupun sedikit yang harus dilakukan, terlalu banyak tugas dan terlalu sedikit pengendalian, tidak mendapatkan ucapan terima kasih atau dihargai, tidak menyukai atasan, bawahan ataupun rekan kerja, tidak punya cukup keterampilan untuk menyelesaikan pekerjaan, kurang tantangan atau kebanyakan, tidak ada tujuan dari apa yang dilakukan, menyangsikan apakah sesuatu yang dijalani merupakan keinginan, terpaku pada pola perfeksionis yang berlebihan dan kaku).

2. Keluarga (Merasa tidak punya keluarga dekat, merasa terbuang atau tersisihkan dari keluarga, merasa keluarga menyita banyak waktu, terlalu banyak tanggungan keluarga, jarang memiliki suasana kebersamaan keluarga, anggota keluarga sakit, lokasi tinggal tidak ideal, kekerasan mewarnai keluarga, keuangan keluarga memprihatinkan, kekhawatiran terhadap keluarga)

3. Masyarakat/teman/komunitas (tidak cukup banyak teman, kurang bergaul dan sosialisasi, tidak memiliki teman dekat yang dapat dipercaya dan tempat curhat)

4. Karakter personal/kepribadian (tipe selalu gelisah, tertekan, khawatir dan merasa tidak aman/terancam, tidak melatih dan mengelola diri secara teratur, merasa tidak memiliki fisik dan kondisi kejiwaan yang baik, sulit tertawa dan kurang rasa humor, tidak menyukai diri sendiri, kurang keseimbangan diri, cenderung agak sinis, pesimis, dan menginginkan yang terburuk, sulit termotivasi dan sebagainya)

Mengkaji sumber potensial stres dan berbagai gejalanya dapat menyadarkan kita pentingnya pengendalian stres yang pada gilirannya akan memunculkan pertanyaan apakah stres memang dapat dikendalikan? Persoalan yang sesungguhnya adalah apakah kita mau atau tidak menjadi pengendali stres yang efektif dengan memiliki peran kepemilikan dan pengendalian terhadap stres dan membuang jauh-jauh mental kalah dan cenderung pasif memilih peran korban stres. Padahal banyak hal yang dapat kita lakukan untuk penyembuhan diri, pengembangan diri dan pertolongan diri serta make up diri dari dalam yang lebih menjanjikan kebahagiaan dan mengantarkan kita kepada kesehatan rohani serta menjadi insan berkarakter shalih dengan terapi mental secara ketat, pelatihan diri secara keras dan penumbuhan motivasi mandiri.

Nabi SAW sebagai figur teladan dan sosok manusia berjiwa besar saja dalam rangka pengendalian stres sampai berjuang keras melalui doa sekaligus evaluasi harian setiap pagi dan sore yang berlindung kepada Allah dan selalu mawas dari delapan pangkal penyakit mental yang sumber stres yakni; obsesi/pikiran yang mengganggu (hamm) dan kesedihan (huzn), ketidakberdayaan (‘ajz) dan kemalasan/ kurang motivasi (kasal), kekikiran (bukhl) dan ketakutan (jubn), problem keuangan (ghalabat dain) dan tekanan orang lain (qohrir rijal).

Manajemen stres dengan metode pengembangan karakter efektif dapat dilakukan melalui pengendalian stres secara efektif dari ajaran Nabi tersebut yang dapat dipetik di antaranya berupa pembebasan diri dari pikiran yang mengganggu (hamm) dengan merubah pola berfikir irasional dengan berfikir rasional dan mengefisienkan sikap mental yang boros atau menguras emosi dan energi. Agar dapat efisien, kita harus berusaha melatih agar sikap dan mental kita bersifat Fleksibel yaitu tidak hanya menggunakan satu sudut pandang saja dalam melihat berbagai kejadian dan peristiwa, Adaptif (terbuka secara selektif), Rasional (gabungan argumentatif antara realisme dan idealisme), Positif (itikad, niat dan tekad kuat dan baik disertai keyakinan) dan berorientasi Solusi (tidak suka meratap dan mengeluh tetapi mencari jalan keluar yang terbaik). Sikap mental yang efisien ini dikenalkan ahli psikologi dalam manajemen kepribadian dengan sikap FARPS.

Beberapa cara berfikir yang menyimpang harus diluruskan untuk mengendalikan stres di antaranya;

- Filter (melihat dunia dengan kacamata kuda yang gelap dan satu sudut yang cenderung membesar-besarkan hal yang negatif dari sebuah situasi dan mengabaikan sisi positif ataupun hikmahnya),

- Generalasi yang tidak proporsional dengan cepat menyimpulkan pukul rata secara umum tanpa merinci,

- Fatalis yang melihat peristiwa dengan nuansa kiamat dan malapetaka,

- Emosional, merasa selalu benar, menyalahkan pihak lain dan diri sendiri tanpa bertanggung jawab, selalu mengukur dengan kacamata seharusnya dan semestinya seperti “kamu harus memahami saya, mengerti posisi saya”, “semestinya ia bersikap baik terhadap saya”,

- Sindrom Martir (pengorbanan) dengan harapan segala pengorbanan mendapatkan balasan, namun ketika tidak mendapatkan akan merasa kecewa dan menderita. Oleh karena itu Allah melarang kita untuk mengharapkan sesuatu timbal balik yang bersifat duniawi dari jasa, pengorbanan dan kebaikan kita dalam bentuk apapun agar tidak stres (QS.Al-Mudatsir:6)

Ada sepuluh keyakinan rasional yang dapat kita rumuskan dengan mengacu kepada nilai-nilai Islam untuk mengatasi 10 keyakinan irasional yang ditemukan oleh Dr. Albert Ellis, psikolog kondang Amerika yang terkenal dengan terapi emotif rasionalnya yaitu;

1. Saya harus dicintai dan disukai oleh orang-orang yang penting dalam hidup saya. Jika tidak demikian, saya mungkin akan merasa kecewa, tetapi saya dapat mengatasinya. Saya akan melakukan yang terbaik untuk mengembangkan dan mempertahankan tali cinta kasih, persahabatan serta hubungan baik.

2. Orang-orang yang ingin serba sempurna (perfeksionis) biasanya mempunyai kadar stres yang sangat tinggi, dan ini sama sekali tidak perlu. Sebab kita hanya perlu berusaha berbuat yang sebaik-baiknya semampu kita dan Allah akan menilai usaha kita secara sungguh-sungguh dan ikhlas.

3. Menghukum dan menyalahkan diri sendiri tidak akan cukup menyelesaikan masalah, melainkan harus memulai bertindak yang lebih konstruktif dan perbaikan yang berarti.

4. Berbuat yang terbaik bagi hidup dengan kesiapan mental untuk menerima kegagalan yang merupakan sunnatullah dan merupakan konsekuensi iman kepada takdir dengan penuh tawakal

5. Problem dapat muncul dari peristiwa di luar kontrol dan tak terelakkan, tetapi reaksi dan interpretasi terhadap peristiwa tersebut yang harus dikendalikan secara benar, positif dan konstruktif.

6. Kekhawatiran memang diperlukan namun tidak boleh membawa kepada kondisi yang merenggut banyak pikiran dan emosi sehingga menekan jiwa

7. Tekanan dalam hidup tidak dapat dihindarkan melainkan yang harus dicari adalah jalan keluar (solusi) dari situasi sulit dan menekan.

8. Percaya diri dan bergantung pada diri sendiri memang harus dibangun tetapi harus dibarengi dengan keyakinan pada kekuatan ilahi dan kesiapan mental untuk membutuhkan bantuan orang lain.

9. Ada beberapa problem yang sejak lama memang telah ada namun sikap yang harus dibangun adalah tidak boleh pasrah menyerah, melainkan tetap berfikir ke depan untuk memperbaiki dan mengatasinya.

10. Sikap emosional, sentimentil, afektif dan empatif terhadap orang lain tidak boleh menenggelamkan kita dalam kesedihan berlebihan yang menambah mudarat melainkan harus dibalikkan menjadi sebuah motivasi untuk memberikan manfaat dan bantuan kepada orang yang kita beri simpati.

Beberapa panduan ruhiyah dapat menjadi obat dan terapi yang cukup efektif untuk pengendalian stres di antaranya; perbanyakan shalat sunnah dengan khusyu’, menghayati dan mengambil wisdom asmaul husna (nama-nama mulia Allah), merawat kondisi bersuci, tadabbur al-Qur’an, kisah-kisah teladan dan success stories yang pernah terjadi setelah mengalami kegagalan, relaksasi jiwa dan kontemplasi dengan dzikir bebas dan tafakkur yang dapat dilakukan pula dengan pengolahan pernafasan, rekreasi, olahraga, manajemen istirahat yang baik, canda dan humor yang sehat, membaca buku dan ngobrol yang bermanfaat. Semuanya ini pernah dilakukan bahkan dianjurkan oleh Rasulullah saw.

Seorang yang berkepribadian shalih bukan yang tidak punya masalah dan tidak menghadapi atau lari dari stres dan masalah, melainkan orang yang justru mampu menghadapi masalah tanpa bermasalah baru dan mengatasi stres dengan baik, sebab segala peristiwa hidup merupakan ujian iman untuk menempa karakter manusia yang harus dihadapi sebagai bahan peningkatan kualitas diri dan bukan untuk dihindari. (QS. Al-Mulk: 2, Al-Ma’arij: 19)

Wallahu A’lam wa Billahit taufiq wal Hidayah.

Read More......

Cobaan Umat dalam KTT Arab

Ketika PM Turki menyatakan di depan KTT Arab bahwa nasib Istanbul terkait dengan nasib Al-Quds dan nasib Turki terkait dengan nasib dunia Arab, seakan ia hanya berkicau. Sebab mayoritas pendengarnya dari elit Arab memiliki pendapat lain dalam masalah ini.

(1)

Receb Taeb Erdogan mengejutkan dan mengingatkan kita soal hakikat strategi yang dilupakan atau sengaja dilupakan elit Arab lainnya soal keberhasilan Israel dalam yahudisasi Al-Quds dan mengusir warga Palestina dari sana. Menurut Erdogan, keberhasilan Israel itu bisa membuat ia leluasa menguasai kawasan. Bukan hanya perluasan jajahan dan pemukiman tapi juga Israel sebagai ujung proyek hegemoni barat; pelindung hakiki negara Israel. Jika Israel menguasai semua kawasan, tak seorang pun selamat dari bahaya, bukan saja dunia Arab, tapi juga Turki dan Iran. Sebab dalam hal ini Al-Quds bukan saja kota Palestina biasa yang sudah diyahudikan, tapi ia symbol dunia Islam seluruhnya.


Erdogan menyebut tindakan Israel di Al-Quds sebagai tindakan gila. Ini analisis tepat dari sisi strategi. Karenanya, jika kegilaan ini berlanjut, yang tidak masuk akal dipaksa masuk akal, yang tidak riil dipaksa menjadi realitas, dan memaksakan pihak lain dengan kuat sehingga mereka akan semakin kalap dan berusaha memaksakan pihak lain.

Ini yang disadari PM Turki sehingga seniman Murid Barghoti menyebutnya sebagai satu-satunya orang Arab tulen. Sayangnya elit-elit Arab seluruhnya justru memperlakukannya dengan sikap tidak peduli. Reaksi KTT Arab dalam mengecam sudah kehilangan makna dan fungsi, keputusan mengingatkan tidak sepadan dengan tingkat tantangan dan bahaya. KTT hanya membantu warga Al-Quds dengan 500 juta dolar dan meminta bantuan kepada Mahkamah Internasional yang sebelumnya sudah mengecam tembok rasial Israel. Namun Israel meremehkan resolusi itu dan menerapkan semua rencananya secara penuh yang didukung negara-negara barat dan Amerika.

(2)

Padahal ketika KTT Arab di Sirte, tantangan mereka begitu kentara. Netanyahu mengumumkan di Washington bahwa Al-Quds tidak perlu dibahas lagi dalam perundingan dan aksi yahudisasi serta pengusiran warga Palestina dari sana tidak akan dihentikan. Sehingga runtuhnya masjid hanya soal waktu. Sebab aksi warga pemukim yahudi menyerang masjid degan kawalan polisi Israel menjadi kegiatan sehari-hari, selain pembangunan pemukiman yang menguat di Tepi Barat, lembaha Jordania dan Golan.

Bahkan lebih keras lagi Israel menantang dengan menguasai masjid-masjid tua dan diubah menjadi milik yahudi, seperti masjid Ibrahimi di Hebron dan Bilal bin Rabbah di Betlehem.

Netanyahu berhasil menggagalkan janji Obama di awal tahun soal Palestina untuk menghentikan pemukiman yahudi sebagai pembuka perundingan yang bisa melancarkan pendirian negara Palestina. Bahkan Israel menantang wakil presiden Amerika Joe Bidden saat berkunjung ke kawasan 9 Maret ini dengan mengumumkan akan membangun 1600 unit pemukiman baru. Sehingga Bidden harus kikuk dan sempat terjadi ketegangan hubungan antara kedua negara.

Pemerintah Netanyahu melakukan itu sebelum KTT Arab digelar dan ia tidak resah dengan reaksi Arab. Ia yakin KTT tidak akan berdaya berbuat dan tidak akan mampu mengambil keputusan politik yang berani (misalnya dengan menarik prakarsa perdamaian Arab atau memutus hubungan dengan Israel dalam perdangan).

Israel bahkan mengolok-olok KTT itu di media massa mereka. Israel lebih resah atas reaksi sebagian negara barat yang passport warganya dipalsukan Israel dan digunakan untuk membunuh Mahmud Mabhuh di Dubai. Sampai-sampai Inggris mengusir salah satu pejabat Mossad di dubes Israel di London. Israel resah karena reaksi yang sama bisa terjadi di Irlandia, Autralia, Perancis, dan Jerman setelah passport warganya dipalsukan Israel.

Sungguh pemandangan yang ironis.

(3)

Analisis Israel terhadap sikap Arab tidak salah. Sebab dalam KTT Sirte, Mesir dan Jordania menolak menggunakan KTT sebagai alat penekan Israel. Sebelumnya kedua sudah menolak keputusan menganulir prakarsa perdamaian Arab. Pada saat delegasi Suriah mengusulkan KTT tandingan, menlu Mesir keberatan sebab itu tidak ada dalam kamus “aliran moderat” sehingga mengusulkan KTT itu dengan nama KTT Al-Quds.

Hasil KTT Arab kali ini tidak mengagetkan. Raja Saudi dalam KTT Ekonomi Arab awal tahun lalu mengumumkan bahwa pihaknya tidak bertahan lama dalam meja perundingan. Namun toh tetap saja prakarsa perdamaian Arab masih bertahan. Elit Arab tidak memiliki keberanian untuk membekukan prakarsa itu.

Jika mengamati indikasi hubungan Arab – Israel, tak akan heran terhadap keputusan sikap KTT Arab saat ini. Sebab beberapa hari sebelum KTT digelar (24/3) Koran Asy-Syoroq Mesir melansir bahwa lobi yahudi di Amerika (AIPAC) menyampaikan penghormatan kepada Mesir karena membangun tembok baja antara Sinai dan Gaza. Kepala Lemga Studi Politik Timur Tengah, Robert memuji langkah Mesir sebagai “matang dan berani” karena akan semakin mencekik Hamas.

Pada saat pembangunan pemukiman yahudi dan yahudisasi Al-Quds semakin meningkat, Koran Asy-Syarq Ausath menurunkan laporan bahwa ada kemajuan normalisasi Israel dan Maroko. Di gelar sejumlah konferensi di Maroko. Di antaranya konferensi internasional yahudi Maroko di Marakish yang diikuti oleh 17 tokoh Israel. Di Rabat digelar konferensi tentang Holocoust yang dialami Yahudi.

Untuk pertama kalinya tahun ini festival Janadiriah di Saudi menyerukan untuk ikut dalam kampanye normalisasi dengan Israel.

Sementara di Tepi Barat, aparat keamanan Abbas melakukan tindakan represif terhadap unjuk rasa menentang tindakan Israel dan mencegah meletusnya Intifadhah ketiga.

(4)

Setiap kali sikap menyerah Arab terhadap Israel dikritik, suara kritikan itu dibungkam karena dianggap pilihan lain adalah perang. Padahal Israel tidak menutup kemungkinan pilihan itu dan melakukannya. Namun obsesi Arab terlalu rendahan. Sebab tidak seorang pun di antara mereka ingin memerdekakan Palestina. Harapan mereka maksimal tidak membiarkan Palestina. Penulis mengira, operasi perlawanan sekarang ini, para elitnya tidak berfikir akan mewujudkan kemerdekaan Palestina, namun hanya sebatas memberikan pelajaran kepada Israel bahwa penjajahan itu membebani. Beban terberat adalah penarikan Israel dari Jalur Gaza. Meski tak seorang pun mengklaim bahwa pemerintah Hamas di sana (Jalur Gaza) bahwa pemerintahan Hamas berhasil mewujudkan sesuatu pada level kemerdekaan yang diinginkan. Namun tidak seorang pun meragukan bahwa keberadaan Hamas telah menghalangi perdagangan Palestina dan penyelewenangan terhadap prinsip dasarnya. Maka perpecahan saat ini di Palestina yang dianggap sebagai perebutan kekuasaan adalah penyederhaan yang dimanipulasi. Sebab pada intinya itu perbedaan cara menyikapi masalah Palestina. Apakah perlawanan itu solusi ataukah menyerah dan melakukan perundingan yang tidak menghasilkan apapun selama 19 tahun?

Beberapa hari lalu (25/3) koran Al-Hayah London melansir wawancara dengan Ramadhan Salkh, sekjen Jihad Islami. Ketika ditanya alternative Arab dalam berinteraksi dengan Israel, ia menjawab, tidak dituntut dari negara Arab (oleh negara barat dan Israel) saat ini untuk menyerah atau masuk dalam peperangan. Yang dituntut adalah Arab harus komitmen pada batas-batas “tidak perang dan tidak pula damai” dan kemudian membiarkan Palestina setelah itu mengurus urusan mereka dengan Israel.

Bahkan tuntutan terakhir ini saja sulit. Sebab keputusan Arab tidak lagi independen. Ada sikap berkeras Israel dan Amerika untuk menutup dan menghapus masalah Palestina dengan tandatangan Palestina dan kesepakatan Arab!! (bn-bsyr)

Read More......

Hidup Bahagia dengan Mengelola Kegagalan dan Keberhasilan

Life Skill

Oleh: Dr. Setiawan Budi Utomo

Penulis terkenal Doug Hooper pernah mengatakan “You are what you think” dalam bukunya dengan judul yang sama dengan kesimpulan bahwa pendapat kita tentang ihwal diri kita termasuk menyangkut masalah keberhasilan dan kegagalan dari berbagai pencapaian hidup yang secara konsisten ada dalam benak kita itulah yang menjadi kenyataan untuk diri kita. Hal senada diungkapkan pula oleh Stephen R. Covey dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People (1993) bahwa kita melihat dunia, bukan sebagaimana dunia apa adanya, melainkan sebagaimana kita adanya atau sebagaimana kita dikondisikan untuk melihatnya.


Seseorang dapat merasa selamanya hidup gagal dan mencap dirinya sendiri seakan terlahir dan sepantasnya untuk menjadi manusia sial, pecundang dan gagal. Demikian pula penilaian dan cara pandangnya terhadap segala hasil usaha dan pencapaian orang lain akan selalu gagal, negatif dan pokoknya mengecewakan. Hal itu lahir dari sikap diri negatif yang mendorongnya untuk melihat diri dan dunia luar dengan kacamata kuda yang gelap dan picik dari satu arah, sehingga hampir tak terlihat sisi pandang lain secara jernih sekalipun sebenarnya yang ia pandang adalah positif ataupun terdapat sisi dan unsur positif.

Dalam konteks ini, patut kita hayati hadits qudsi yang meriwayatkan titah Allah bahwa keputusan takdir-Nya terhadap garis hidup manusia tergantung bagaimana ia berfikir dan berprasangka tentang-Nya. John Maxwell dalam The Winning Attitude: Your Key to Personal Success (1993) dalam salah satu dari 6 teori dan aksioma tentang sikap menyimpulkan bahwa sikap sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan mengacu para prinsip “slight-edge” Menurutnya, sikap kita apakah tetap sabar untuk mencapai tujuan atau cepat menyerah akan menentukan kita untuk sukses atau gagal (berhenti usaha).

Paul J Meyer pernah mengatakan bahwa 90 % orang-orang yang gagal sebetulnya belum tentu gagal, hanya saja mereka cepat menyerah. Sebagai ilustrasi rahasia sunnatullah sukses dan gagal ini dapat kita lihat pada fenomena air yang dimasak sampai mendidih. Air tidak akan mendidih meskipun telah mencapai 99,9 derajat celsius sebab air hanya akan mendidih pada 100 derajat celsius dan bukan pada 99,9 derajat meskipun hanya kurang 0,01 derajat celsius saja.

Dalam manajemen keberhasilan dan kegagalan, diperlukan seni menetapkan pola keberhasilan melalui proses yang terdiri dari lima langkah sebagaimana tips sukses yang ditawarkan Art Mortell dalam The Courage to Fail (1993) yaitu;

1. Tentukan atau kenali rasa takut yang melemahkan diri kita;

2. beritahu orang lain tentang sebab-sebab kebingungan Anda, yang dapat membantu membebaskan diri Anda dari rasa takut;

3. putuskan bagaimana kita bisa berhenti bila upaya kita menimbulkan kekecewaan yang sangat sampai kita yakin bahwa kita dapat mengendalikan situasi;

4. mulailah dengan perlahan-lahan sampai kita bisa menghadapi tantangan dengan baik dan mengurangi bahaya timbulnya kepanikan;

5. bayangkan diri kita sedang berada di tempat yang menyenangkan, sehingga rasa takut digantikan oleh emosi yang positif dan mampu menggunakannya untuk mendorong kreativitas.

Kalau kita memandang kegagalan diri dan orang lain di dunia ini sebagai sesuatu yang ‘gatot’ (gagal total), kiamat dan tamat riwayat, maka kita akan berhenti pada kegagalan dan tidak akan pernah melihat keberhasilan. Dalam hidup, yang dikenang orang bahkan yang kita ingat sebenarnya keberhasilan kita, dan bukannya pengalaman kegagalan kita. Mereka yang berhasil adalah yang mampu membuat sebuah pondasi yang kokoh dari batu-bata yang dilemparkan orang lain padanya. Jarang orang yang menyadari bahwa Isaac Newton pernah lemah prestasi belajarnya ketika di sekolah dasar, Henri Ford pernah gagal dalam bisnis dan bangkrut sebanyak 5 kali, Dale Carnegie pernah depresi dahsyat dan sempat terlintas untuk bunuh diri, Winston Churchill pernah tidak naik kelas enam, Abraham Lincoln pernah diturunkan pangkatnya menjadi prajurit biasa sebagaimana Khalid bin Walid pernah dilengserkan Umar bin Khathab dari posisi komandan menjadi prajurit biasa, Nabi Yusuf sempat menjadi budak yang diperjualbelikan, dan Nabi Muhammad saw. pernah tidak berjaya pada perang Uhud, pernah terusir, dihina, terlukai dan tidak dihiraukan.

Keberhasilan merupakan bola salju yang bermula dari ukuran kecil yang terus bergulir untuk terus membesar. Cara kita menyikapi setiap pencapaian, hasil dan anugerah (nikmat) hidup adalah pola kita memperlakukan bola salju. Bila kita remehkan dan tidak kita hargai sehingga cenderung mengabaikannya, maka tidak akan tumbuh besar, bahkan justru akan mencairkan dan melenyapkannya. Itulah ekspresi jiwa dalam mensyukuri dan menghargai hasil betapapun adanya. Bukankah Nabi saw bersabda bahwa orang yang tidak pandai menghargai dan berterima kasih orang lain maka ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Beliau juga berpesan agar kita tidak meremehkan suatu kebaikan pun. (QS.An-Naml:19, 40, Ibrahim:7)

Hargailah proses dan usaha betapapun hasilnya untuk dapat meraih keberhasilan yang hakiki. Orang yang pandai bersyukur adalah orang yang pandai berterimakasih, dan orang yang pandai berterima kasih adalah orang yang pandai menghargai dan orang tidak akan dapat menghargai apapun bila tidak memahami, menyadari dan menghargai proses serta usaha. Karakter utama orang shalih adalah menggunakan akal pikiran untuk memahami proses (Ulul Albab) termasuk segala ciptaan Allah di semesta alam, sehingga segala ucapan, sikap dan komentarnya selalu positif, menyejukkan, memotivasi, membersitkan inspirasi, dan penuh kearifan. Refleksi spontan imani Ulul Albab berupa komentar “Rabana ma khalaqta hadza bathilan” (Ya Tuhan Kami, tidaklah apapun yang Engkau ciptakan ini sia-sia, Maha suci Engkau… QS. Ali Imran:191) sebagai bentuk apresiasi dan penghargaan terhadap proses dan sumber kebaikan, apapun hasil takdir-Nya.

Tipe wanita yang pandai menghargai pencapaian suami bagaimanapun kondisinya sebagai bagian dari manajemen keberhasilan adalah Ummul Mukminin Khadijah. Di saat-saat Rasulullah merasa sangat cemas, kesepian, ketakutan, dan merasa ditinggalkan, maka Khadijah justru mengungkit sisi-sisi kebaikan sosial dan pencapaian moral Nabi saw yang begitu tinggi sehingga mampu membangkitkan kembali motivasi Nabi saw. Demikian pula tipe suami yang pandai menghargai istri adalah Rasulullah saw dimana beliau tidak pernah mencela makanan maupun masakan sebagai penghargaan terhadap proses usaha dan sumbernya yang Maha Pemberi. Beliau juga tidak mencela kondisi fisik istrinya Aisyah yang tidak langsing lagi sebagai penghargaan beliau terhadap usaha dan pengorbanan Aisyah untuk tetap setia menghibur dan mendampingi Nabi saw, sehingga beliau cukup menyiratkan pentingnya pemeliharaan tubuh melalui olahraga lari.

Di saat sahabat merasa gagal mempertahankan kualitas iman dan spiritualitas, Nabi saw memberikan penghargaan terhadap adanya kesadaran untuk merawat spiritualitas dan beliau memberikan motivasi bahwa kondisi keimanan seseorang memang fluktuatif sehingga dapat naik dan turun, naiknya dengan ketaatan dan turunnya dengan ketidakpatuhan. Namun sebaliknya di saat para sahabat merasa terlalu yakin dengan pencapaian dan prestasi amalnya, beliau mengingatkan bahwa surga tidak ditentukan oleh amal, melainkan murni karena rahmat Allah semata termasuk nasib beliau. Hal itu agar para sahabat tidak berhenti beramal sehingga Allah meridhai dan merahmati mereka.

Kata-kata bijak dan prinsip-prinsip kearifan yang menumbuhkan motivasi dan memacu inspirasi sangat diperlukan dalam seni manajemen keberhasilan dan kegagalan bagi diri dan orang lain. Kung-fu-tze pernah ditanya tentang apa yang akan dilakukan jika ia menjadi kaisar Cina. Tanpa ragu-ragu ia menjawab, “Aku akan mendidik rakyatku dengan kata-kata yang penuh inspirasi, semoga dengan menggunakan kata-kata itu mereka akan menjadi generasi bangsa yang gagah perkasa.”

Keberhasilan perlu disongsong, dibangun dan dijaga sebagaimana kegagalan perlu diantisipasi, dihindari dan dilawan. Don Gabor dalam Big Things Happen (1997) memberikan 7 daftar pemeriksaan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sukses yaitu;

1. tetap berusaha dan bekerja untuk membuat kemampuan ada lebih menonjol dari sebelumnya;

2. gunakan bakat Anda dalam banyak cara sedapat mungkin;

3. beri diri Anda kesan dan citra positif untuk mencapai tujuan;

4. cari manfaat dan hikmah dari keberhasilan Anda;

5. periksalah arsip tentang rencana dan program yang belum diselesaikan atau impian yang belum kesampaian;

6. masukkan sebanyak mungkin pengetahuan dari keberhasilan dan kegagalan Anda sebisa Anda;

7. dapatkan orang-orang yang bisa Anda ajak berbagi pengalaman dan pengetahuan Anda.

Orang tidak akan dapat menghargai setiap pencapaian, prestasi dan hasil diri sendiri maupun orang lain kalau tidak menyadari dan menghargai proses dan usaha serta mengingat Allah sebagai sumber segala karunia. Wallahu A’lam Wa Billahit Taufiq Wal Hidayah.

Read More......

Urgensi Al-Qudwah di Jalan Dakwah

Judul Buku : Urgensi Al-Qudwah di Jalan Dakwah; Mega Proyek Menuju Realisasi Cita-cita Dakwah
Judul Asli : Al-Qudwatu ala Thariqi Ad-Da'wati
Penulis : Syaikh Musthafa Masyhur
Penerjemah : Fadhli Bahri, Lc
Penerbit : An-Nadwah
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Desember 2009
Tebal Buku : 226 halaman

Kita sedang meletakkan pondasi kokoh untuk bangunan besar yang merupakan mega proyek dakwah. Peletakan dasar pondasi setiap bangunan adalah tahapan paling krusial dan sulit dalam proses pembangunan sebuah bangunan. Sedangkan bangunan yang hendak dibangun itu adalah daulah islamiyah, khilafah islamiyah.


Tetapi kita tidak menginginkan daulah atau khilafah yang sekedar simbol tanpa substansi. Juga bukan daulah atau khilafah rapuh yang sekali berdiri kemudian dengan mudah dirobohkan kembali, diporakporandakan musuh-musuh Islam.

Daulah dan khilafah itu haruslah islamiyah, dengan segala makna yang ada pada kata Islam. Itu berarti sebuah tata dunia baru yang rahmatan lil 'alamin. Itu berarti peradaban yang kuat untuk mempertahankan eksistensinya dari segala upaya destruktif yang hendak menghancurkannya. Karenanya, ia harus dibangun dari individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintahan yang sehat, kokoh dan tangguh.

Berangkat dari pemikiran inilah, maka qudwah (teladan) di jalan dakwah menjadi sangat urgen. Untuk peletakan pondasi itu kita membutuhkan individu muslim teladan, rumah tangga muslim teladan dan masyarakat muslim teladan sehingga pemerintahan Islam teladan berdiri tegak di atas pondasi yang kokoh, kemudian meluas di level seluruh umat Islam. Setelah itu, berdirilah pemerintahan-pemerintahan Islam yang bersedia masuk dalam perdamaian dengan pemerintahan Islam lain seperti dirinya dalam rangka membentuk Daulah Islamiyah.

Dalam konteks proses dakwah seperti di atas, buku Urgensi Al-Qudwah di Jalan Dakwah ini menjadi referensi yang sangat penting. Bukan hanya bagi aktifis dakwah, tetapi juga bagi gerakan dakwah. Di dalam buku Urgensi Al-Qudwah di Jalan Dakwah ini dijelaskan bagaimana karakter kader dakwah muslim teladan, keluarga muslim teladan, suami dan ayah muslim teladan, istri dan ibu muslim teladan, kader murabbi teladan, sampai jama'ah Islam teladan.

Syaikh Musthafa Masyhur juga menjelaskan berbagai profesi agar menjadi teladan. Diantaranya adalah guru/dosen muslim teladan, wartawan muslim teladan, penulis muslim teladan, dokter muslim teladan, praktisi hukum muslim teladan, pedagang teladan, dan karyawan teladan.

Sebelum menjelaskan karakter-karakter teladan pada tiap subyek di atas, Syaikh Musthafa Masyhur mengawali bukunya dengan "teori keteladanan." Bahwa manusia yang diberi nikmat indra dan akal oleh Allah SWT bisa mendapatkan petunjuk dan keteladanan. Dan, umunya setiap dakwah dan seruan akan lebih efektif ketika ada keteladanan aplikatif. (qudwah amaliyah).

Teori lain yang ditulis di awal adalah kebiasaan orang lemah meniru orang kuat. Teori ini sejalan dengan teorinya Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah. Sepeti anak kecil yang meniru orang dewasa, demikianlah orang yang lemah pendirian akan meniru orang-orang kuat; sama halnya negara-negara lemah dan terjajah meniru negara-negara besar dan maju. Ketika yang dapat ditangkap oleh orang-orang berjiwa lemah itu adalah keburukan saja, maka mereka akan mengikuti keburukan. Namun saat mereka melihat keteladanan positif dari orang-orang kuat dan pejuang dakwah, itu pun akan mempengaruhi kehidupannya. Dan di sinilah letak pentingnya keteladanan.

Merupakan nikmat dari Allah dalam pandangan Syaikh Musthafa Masyhur, bahwa kondisi umat Islam saat buku ini ditulis sudah lebih baik dari beberapa waktu sebelumnya. Dan ini adalah buah dari dakwah dan keteladanan. Dai-dai Islam, seperti Hasan Al-Banna, Abul A'la Al-Maududi, dan tokoh-tokoh lain serta gerakan-gerakan Islam telah memberikan keteladanannya dalam jalan dakwah, dan hasilnya bisa dirasakan umat ini. Meneladani jejak Rasulullah SAW, seharusnya setiap kader dan jama'ah dakwah menjadi teladan bagi mad'u-nya, menjadi teladan bagi umat yang didakwahinya.

Buku Urgensi Al-Qudwah di Jalan Dakwah ini penting dibaca kader dakwah. Karena, sekali lagi, bukan hanya menjelaskan urgensi qudwah (keteladanan) tetapi juga bagaimana mengaplikasikannya. Ia menjadi karya berharga dari seorang ulama dakwah yang kaya akan pengalaman di medan perjuangan. Semoga kita dimudahkan Allah menjadi muslim teladan dan bersama-sama mengokohkan jama'ah Islam teladan. [Muchlisin]

Read More......

Semua Ada Harganya

dakwatuna.com – Menjadi aktifis dakwah bukanlah sekedar pilihan. Apalagi bagi akhawat al ummahat dengan segala keterbatasan yang dimilikinya. Keterbatasan? Ya, siapa yang dapat memungkiri bahwa ada keterbatasan yang tak dapat ‘diganggu gugat’ dari gerak langkah seorang aktivis dakwah akhawat?

Kita tak hendak membahas soal keterbatasan itu. Biarlah ia menjadi ‘kekhususan, daya tarik sekaligus kekuatan’ kita. Yang lebih penting adalah, bagaimana dengan keterbatasan itu kita tetap dapat dan mampu memberi kontribusi untuk kejayaan Islam dan kaum muslimin.

Dalam kesempatan kunjungan saya ke berbagai tempat, saya bertemu dan berdiskusi dengan para aktivis dakwah akhawat dari berbagai belahan dunia, bukan hanya dari dunia Islam, tapi juga dari Eropa dan Amerika.


Banyak persoalan dibahas, tetapi satu persoalan yang menarik bagi saya adalah ternyata ada kesamaan problem di antara semua peserta diskusi. Itulah problem yang saya sering menyebutnya dengan ‘problem khas akhawat, atau problem klasik’. Khas karena problem itu hanya muncul dikalangan akhawat, klasik karena sebenarnya problem seperti ini telah muncul sejak lama, juga telah sering didiskusikan di berbagai forum dan kesempatan, formal maupun informal, tetapi seperti tidak pernah selesai.

Problem apakah itu? Tidak sedikit akhawat kita disini -dan juga akhawat di negara lain- mengeluhkan tentang dukungan dan support suami dalam menjalankan peran sebagai aktivis dakwah. Saya rasa, kita tak perlu tergesa-gesa mengambil kesimpulan dari keluhan itu. Saya mengajak kita semua untuk berpikir jernih dan sedikit melakukan analisa sederhana terhadap sebab munculnya keluhan itu.

Boleh jadi jika suami kurang memberi dukungan seperti yang diharapkan istrinya yang aktifis itu, karena ada perbedaan persepsi tentang ‘peran akhawat al muslimat’. Saya katakan ‘boleh jadi’, karena mungkin antum wahai ikhwan tidak merasakan itu. Tetapi, cobalah tanya ke para akhawat, mereka akan dengan semangat mengatakan bahwa hal inilah yang mungkin menjadi akar dari semua masalah dukung mendukung itu. Bahkan teman saya, seorang ukhti yang saya cintai karena Allah, yang alhamdulillah memiliki suami yang merelakannya menjadikan dakwah sebagai aktivitas hidupnya, berseloroh mengatakan ‘hari gini masih ngeributin peran akhawat?’

Atau bisa jadi juga, karena suami ‘sangat sayang’ kepada istrinya. Dugaan ini muncul karena beberapa ikhwan tidak mempermasalahkan keaktifan akhawat dalam dakwah…asalkan bukan istrinya. Nah! Jujur, teman-teman saya pernah mendengar komentar dari kalangan ikhwan seperti ini, ‘Silahkan saja, akhawat kan memang harus aktif terlibat dalam dakwah, tapi jangan istri saya deh’.

Kemungkinan lainnya, boleh jadi suami melihat istrinya kurang bisa memanej dengan baik berbagai aktifitasnya. Istilah populernya, sang istri jadi ‘kurang tawazun’. Diantara keluhan suami, istri terlalu banyak keluar rumah sehingga jadi kurang perhatian terhadap urusan rumah, anak-anak dan dirinya.

Disamping tiga sebab di atas, tentu masih ada sebab lainnya, yang jika ditulis bisa menjadi tulisan berlembar-lembar. Sekarang marilah merenung sejenak.

Saya sepakat bahwa tidak semua akhawat harus menjadi aktivis dalam pengertian khusus, memberikan totalitas hidupnya untuk menjadi prajurit dakwah. Keberagaman potensi dan kemampuan di kalangan akhawat harus menjadi pertimbangan penting dalam membuat rancangan peran dan kontribusi akhawat yang pas dan sesuai dalam dakwah. Alangkah indahnya jika akhawat memiliki spesialisasi masing-masing, lalu semua bekerja dan memberi kontribusi sesuai spesialisasi potensinya itu dalam kerangka amal jama’i.

Para akhawat yang punya kesempatan untuk berkonsentrasi menekuni urusan kerumah tanggaan misalnya, dapat meningkatkan kualitas dirinya dalam urusan itu. Misalnya dengan menekuni masak memasak, atau ketrampilan-ketrampilan kerumah tanggaan lainnya, lalu berbagi keahliannya itu dengan akhawat lain. Atau, ia juga dapat memberi kontribusi dalam dakwah dengan ikut membantu saudara-saudaranya yang tidak punya waktu luang sebanyak dirinya. Saya membayangkan, para ummahat yang punya lebih banyak waktu dirumah, dengan ikhlas dan semangat amal jama’i lalu berbondong-bondong membantu menjaga anak-anak saudari-saudarinya yang mendapat amanah dakwah keluar rumah, keluar kota atau keluar negeri. Subhanallah, betapa indahnya! Kita berharap, kontribusi ini menjadi amal shaleh kita yang dapat memberatkan timbangan di yaumil hisab nanti. Amin.

Akan halnya para akhawat yang dengan takdir-Nya menjadi prajurit dakwah, marilah sama-sama kita renungkan hal ini! Kita telah melakukan sebuah transaksi besar dengan Allah, Pemilik dakwah ini. Transaksi itu melibatkan seluruh diri kita, harta, waktu, jiwa, potensi, bahkan darah dan daging, tulang belulang kita, semuanya telah kita ‘jual’ kepada Allah. Maka sejak saat kita melakukan transaksi itu dengan memberikan janji setia kita kepada-Nya, saat itu pula sesungguhnya kita telah menjadi ‘milik Allah’ dengan semua makna yang tercakup dalam kata itu.

Ada makna yang sangat dalam dari transaksi yang kita lakukan dengan ikhlas itu. Kita jual diri kita seutuhnya untuk Allah, dan Dia berikan harga mahal untuk semua itu. Allah Yang Maha Kaya memberikan harga untuk diri yang kita jual kepada-Nya itu -tidak tanggung-tanggung, dengan syurga-Nya!

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu telah menjadi janji yang benar dari Allah didalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar!. At-Taubah:111.

Maka saudariku, semua yang kita lakukan, kita perjuangkan dalam dakwah ini ada harganya. Semua kelelahan, ketakutan, keresahan, kesempitan, pengorbanan yang kita berikan di jalan dakwah ini, semuanya ada harganya. Ada janji Allah berupa syurga yang menunggu, jika kita menepati janji setia kita kepada-Nya. Allah tidak akan mengkhianati janjinya, siapakah yang lebih menepati janji selain Allah? Karena itu, siapkan diri kita untuk punya kemampuan menanggung semua konsekwensi, menghadapi semua tantangan dan rintangan, menjalankan semua kewajiban…sampai Allah memberi kemenangan kepada dakwah ini, atau kita syahid di jalan-Nya!

Wahai akhawat! Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang ada. Kewajiban sebagai anak, istri, ibu, tetangga, anggota masyarakat dan prajurit dakwah, semua menuntut penunaian secara ihsan. Saya mengerti dan merasakan, betapa tidak mudahnya kita mengelola dan melaksanakan berbagai kewajiban itu. Kadang kita ‘tertatih-tatih’ menjalankan semua kewajiban itu. Tetapi, kita tidak ingin mengeluh atas semua itu. Kita juga tidak menuntut pengertian dari orang lain agar memahami tugas kita. Justru di sinilah kita letak keindahannya, kita mendapat kesempatan untuk memberi bukti kepada Allah, bahwa kita siap dengan semua beban-beban itu! Karena kita tahu dan yakin, ada surga yang menunggu! Jadi saudariku, buktikan bahwa kita layak melakukan transaksi dengan Allah!

Sebagai penutup, ingatlah bahwa Allah tidak melihat apa dan bagaimana kedudukan kita, tetapi Dia melihat amal dan kontribusi kita. Karena itu, apapun potensi dan kemampuan kita, beramallah dengannya. Sedangkan yang terbaik dan mulia di sisi-Nya adalah yang paling bertakwa. “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertakwa diantaramu.” Al-Hujurat:13. Wallahu’alam bish-shawab.

Read More......

Dokumentasi Mukernas Permasisel II Edisi 2







Read More......

Halaqoh Motivasi / Psikologi Aktualisasi Bersama Bang Aad II











Read More......

Halaqoh Motivasi / Psikologi Aktualisasi Bersama Bang Aad I






Read More......

Halaqoh Rutin Edisi 1 Kamus Babel Bandung





Read More......

Rihlah Kamus Babel Bandung

6 Apr 2010

Rihlah Kamus Babel Bandung at DARUL HASAN CIANJUR JAWA BARAT











Read More......

Mabit Ikhwan At Depok

Sabtu, 09 Mei 2009 jadi juga Mabit+Rihlah Ikhwan BABEL Jogja.
10 Ikhwan yang hadir (Kharis UGM, Belly UMBY, Rudi S2 UII, Meki UAD, Dody UGM, Ozy Alumni UAD, Ari UNY, Dea UGM, Wahyu AMIKOM, Aria AMIKOM)

Kite juga ditemani Bang Yozar s2 UGM yang malem tu ngasih tausiyah ke kite.
Malem e kite makan Ikan Bakar kek Ikan Asam Pedas ditemani canda tawa kek Bang Yozar, terus kite Sharing dan Ngobrol menggali lebih dalam kek Bang Yozar, dan dilanjutken ke Sharing Ikhwan BABEL Jogja.....

Setelah tu kite Istirahat di tengah kencangnya angin pantai, serba dingiiiiiiiiiiiiin dan PJ QL Akh Meky.


Pagi e kite maen Bola tim Dewasa (he..he...dak nek disebut tue/senior) lawan tim Muda.
Tim Dewasa (Rudi, Ozy, Ari, Belly)
Tim Muda (Meki, Dea, Wahyu, Aria)

Hasil e...........
Tim Muda "Menghabisi" Tim Dewasa 4-2 ....

Terus kite pulang jam 06.30 dan siap2 Silaturahim ke ISBA Jogja jam 08.30......

Subhanallah. ...Semoga Barokah dan Muntijah.... .......




Read More......

Training Motivasi Kamus Babel Jogja

Training Motivasi bersama Bang Ari at Aula Masjid Mardiyah, 29 Desember 2008










Read More......
 
 
 

KUNJUNGAN

free counters
Powered By Blogger

detiknews - detiknews

JARINGAN

 
Copyright © KAMUS BABEL