Berkorban Itu Nikmat


Berkorban artinya memberikan sesuatu untuk orang lain, mnegeluarkansesuatu bukan untuk kepentingan sendiri, atau, melakukan sesuatu yang hasilnya bukan untuk diri sendiri. Tetapikenap pengorbanan itu sellau memberi rasa nikmat? Kenapa memeras tenaga, berfikir, mengucurkan keringat, mengeluarkan harta, hingga mneyumbangkan darah dan nyawa untuk kepentingan orang banyak, selalu memunculkan keteduhan yang luar biasa didalam hati
Kenapa, tetap memberi meski dalam kondisi sempit, berusaha menanamkan kebahagiaan untuk orang lain meski dalam kondisi sulit, memberi manfaat pada orang lain meski dalam keadaan memerlukan, selalu melahirkan kenikmatan dalam diri orang yang melakukannya.


Saudaraku…
Pernahkah kita meraskan bagaimana nikmatnya menyisihkan uang untuk berinfaq dan membahagiakan orang lain, dalam kondisi kita juga memerlukannya? Bagaimana indah dan damainya hati saat kita memeras tenaga, menguras pikiran, mengeluarkan apa yang kita punya, untuk kegiatan dakwah ilallah? Bagaiman sejuknya hati, dikala kita bisa memberi sesuatu yang berharga, yang kita miliki, untuk membahagiakan orang lain?
Memberi, secara lahir adalah memberikan sesuatu untuk orang lainyang berarti juga mengurangi sesuatu yang kita miliki. Tapi secara maknaw, memberi sesuatu kepada orang lain itu sama dengan memunculkan ketenangan batin, kenikmatan dan kecerahan tersendiri bagi yang melakukannya.
Kandungan makna inilah yang banyak dilakukan oleh Rosulullah SAW dan para salafushalih. Anas ra pernah mengingatkan bahwa Rasulullah adalah orang tidak pernah diminta sesuatu, ecuali pasti ia memberi.

Saudaraku…
Para salafushalih bahkan lebih menginginkan kesulitan dalam berkorban dan memberi untuk orang laintidak terganggu dengan pemberian dan imbalan.
Imam AL Auzai menolak pemberian murid2nya ynag ingin belajar hadist darinya. “kalian boleh memilih. Jika kalian ingin hadiah ini aku terima, aku tidak akan mengajarkan hadist pada kalian. Jika kalian ingin belajar hadist dariku, maka hadiah ini tidak aku terima” katanya.
Ulama lainnya, Isa bin Yunis, mengeluarkan kata-kata yang lebih tegas lagi dalam hal yang sama. Ia mengatakan “tidak ada makanan dan minuman yang aku terima untuk menyampaikanhadist RosulullahSAW. Meskipun kalian memenuhi masjid ini dengan emas seluruhnya” itu dikatan Isa bin Yunis kepada penguasa yang ingin meberinya hadiah.
Apa rahasia dibalik penolakan itu? Mereka pasti lebih ingin merasakan nikmatnya berkorban, indahnya memberi, kelzatan lelahdan sejuknya hati saat bersusah payah, dalam memberi manfaat banyak orang demi meraih keridhaan Allah SWT.

Berkorban itu nikmat saudaraku…
Seperti pengorbanan total yang telah dilakukan oleh Syaikhul Intifadhah, Syaikh Ahmad Yasin-Semoga Allah SWT menempatkannya dalam jannah-NYa. Bagaimana dengan tubuhnya yang lumpuh, ia tetap memimpinpergerakan dakwah dan perlawanan untuk membebaskan palestina dan melindungi kiblat ertama Masjidil Aqsa yang dirampas oleh Israel. Bagaimana dalam kondisimata yang sulit melihat, tapi mata hati dan pikirannya tidak terlepas darimemperhatikan langkah perjuangan umat islam melawan penjajah zionis Israel.
Bagaimana dalam kondisi yang renta, keluar masuk penjara, tetapi semangatnyaterus berkobar dengan keberanian yang sulit ditandingi. Ia terus menerus menyongsong bahaya kematian yang sulit ditandingi. Ia terus menerus menyongsongbahaya kematian yang mengencamnya setiap detik. Bagaiman ia yang selalu berada di atas kursi roda, tetapi berangkat kemasjid diwaktu fajar untuk menunaikan sholat subuh berjama’ah. Saudaraku berkorban itu nikmat.
Ia telah melewati usia hidupnya dengan tekad jihad yang membaja, keneranian yang tinggi, dan kepasrahan total kepada Allah SWT. Hingga akhirnya ia berhasil mencapai prestasi hidup yang diidamkannya, mati syahid dijalan jihad. Gugur setelah mengisi relung-relung usianya, dengan pengorbanan yang tak pernah berhenti. Betapa indahnya akhir hidup seperti itu.

Saudaraku…
Dr Yusuf Qardhawi, dalam memorandumnya pernah menceritakan sebuah kisah yang sangat menyentuh saat ia ditahan dipenjara perang di Mesir. Seorang ikhwan bernama Hilmi Mukmin dipukul secar membabi buta oleh cambuk dan tongkat. Ia dihukum keras karena menolak diperintahkan untuk memukul muka saudaranya, sesame ikhwan. Ia lebih memilih disiksa oleh algojo penjara dan memelihara kehormatan saudaranya.
Ternyata, meski dihujani pukulan bertubi-tubi, Hilmi Mukmin tak mengeluarkan kata-akat apapun yang emnunjukkan bahwa ia merasakan sakit. Sikap Hilmi Mukmin, benar-benar membuat algojo penjara putus asa hingga ia berhenti kelelahan memukulinya. Para algojo itu lalu memeluk Hilmi Mukmin untuk meminta maaf dan mengobati tubuhnya yang berlumuran darah dan penuh luka.. mereka mengira Hilmi Mukmin adalah seorang wali Allah dan mereka takut menerima pembalasan dari seorang wali Allah. “semua mukim yang bertaqwa adlah wali di antara wali-wali Allah”
Bagaiman Saudara Hilmi Mukmin bukan seorang wali Allah? Bukankah ia telah merelakan balasan Allah dari apa yang ia lakukan untuk membela saudara-saudaranya? “ia telah ridha dengan alquran sebagi prinsip dan manhaj hidupnya. Ia juga telah menjadikan Rasul sebagai pemimpinnya dan jihad sebagaijalannya. Dia telah teguh diatas prinsip itu dan bersabar atas apa yang telah ia terima di jalan allah.” Begitu tulis Qardhawi. “ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka sellau bertakwa. (QS Yunus: 62)

Berkorban itu nikmat saudaraku…
Namun tetaplah perhatikan kondisi dan suasana saat kita melakukan pengorbanan karena “bila di hatimu tidak ada kelezatan yang bisa kamu dapatkan dari amal yang kamu lakukan, maka curigailah hatimu” ujar Ibnu Taimiyah (Madarijus Salikin, 2/68). Maksud nya, Allah pasti membalas amal seseorang didunia dengan rasa nikmat, kecerahan dan ketenangan dalam hati. Tapi bila ada orang yang belum merasakan hal itu, berarti amalnya terkontaminasi.
Saudaraku…
Berkorbanlah dijalan ini. Berkorbanlah dengan mengabaikan keinginan syahwat dan mengutamakan keridhaan Allah. Bersabarlah dalam berkorban. Karena menurut para salafushalih, sesungguhnya kenikmatan pengorbanan itu ada pada seberapa besar kita bisa bertahan dan bersabar dalam melakukan pengorbanan dalam beramal salih. Sedangkan pengorbanan tidak mungkin dilakukan tanpa kesabaran. Umar Bin Khatab lah yang menyebutkan bahwa lezatnya kehidupan itu ada pada kesabaran dalam perkataannya, “aku telah membuktikan bahwa kenikmatan hidup itu ternyata ada pada kesabaran kita dalam berkorban”.


0 comments:

Post a Comment

 
 
 

KUNJUNGAN

free counters
Powered By Blogger

detiknews - detiknews

JARINGAN

 
Copyright © KAMUS BABEL